Beras Maknyuss: Induk Usaha PT Indo Beras Beberkan Rumus Harga - PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (TPS Food) membantah salah satu anak usahanya, PT Indo Beras Unggul (PT IBU) terlibat kasus beras dengan tuduhan melakukan praktik oligopoli dan monopoli seperti seperti diberitakan beberapa hari terakhir.
Menurut Direktur Independen PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk sekaligus juru bicara PT Indo Beras Unggul, Jo Tjong Seng, pihaknya hanya memiliki pangsa pasar di bawah 1 persen dari seluruh konsumsi beras nasional sebesar 3 juta ton per bulan. Walau begitu, PT Tiga Pilar ikut berkontribusi memenuhi kebutuhan pangan untuk nasional.
“Menurut kami, ini masih jauh dari kemungkinan ke arah monopoli atau oligopoli, kata Jo Tjong Seng dalam acara paparan publik di Bursa Efek Indonesia, Selasa, 25 Juli 2017.
Tjong menuturkan, pada saat tim satgas pangan melakukan penyegelan di gudang mereka, sebanyak 1.161 ton beras disegel. Adapun beras tersebut merupakan stok penjualan beras yang mereka produksi, yakni merek Maknyuss dan Ayam Jago selama satu minggu ke depan. Adapun ketentuan selama seminggu penyimpanan telah ada aturannya. “Kami memenuhi itu untuk Indonesia, itu kami siapkan untuk kebutuhan satu minggu ke depan,” kata Tjong.
Meski demikian pihaknya mengakui bahwa Harga Pokok Pembelian (HPP) yang ia tetapkan untuk membeli Gabah Kering Panen (GKP) dari petani melebihi dari harga yang ditetapkan pemerintah, yakni sebesar Rp 4.900, sedangkan pemerintah menetapkan HPP sebesar Rp 3.700. Menurut Tjong, dengan penetapan harga itu maka petani memiliki pilihan apakah ingin menjual ke pemerintah atau dijual dengan mekanisme pasar, karena bila mengikuti mekanisme pasar, maka harga pasar lebih tinggi dari acuan.
Tjong menerangkan, petani sudah diuntungkan dengan skema dari perusahaannya. Jadi tentu harga pasar yang ada sudah tentu lebih tinggi dari harga acuan. Karena kami bekerja dengan mutu yang jelas, maka kami membeli nilai tambah kepada petani yang mampu menyediakan gabah dengan mutu dan kualitas yang sesuai dengan spesifikasi kami, sehingga para petani itu bebondong-bondong memperhatikan nilai produktifitas dan mutu hasil panen sendiri,” kata dia.
Selain itu menurut Tjong, kapasitas pengeringan yang dimiliki oleh PT Indo Beras Unggul tidak lebih dari 8 persen dari keseluruhan lingkungan pangan. Sehingga pihanya hanya menyerap sebagian kecil dari potensi yang ada. “Tak mungkin yang namanya penggilingan itu tidak kebagian,” kata Tjong.
Adapun penentuan harga jual di pasaran sebesar Rp 13.700 per kilogram untuk beras merek Maknyuss, dan Rp 20.400 per kilogram untuk beras merek Ayam Jago, menurut Tjong telah dihitung berdasarkan mekanisme pasar yang ada. Dari harga beli Gabah Kering Panen (GKP) dari petani sebesar Rp 4.900 per kilogram, maka untuk memproduksi 1 kilogram beras, dengan asumsi rendemen 50 persen, maka harga beras 1 kilogram sebesar Rp 9.800. mereka juga memperhitungkan tiga komponen dalam memproduksi beras yakni pengemasan, delivery dan marketing dan biaya overhead GA yang ditanggung sekitar Rp 1.700.
Dengan demikian, untuk memproduksi 1 kg beras merek Maknyus, total harga penjualan yang terbentuk sebelum dikirim ke distributor sebesar Rp 11.500, dengan harga jual distributor di Jawa sebesar Rp 11.600, dan di luar Pulau Jawa sebesar Rp 12.200, dengan harga akhir ditentukan oleh distributor sendiri, yakni sekitar Rp 13.700 per kilogram.
Adapun untuk beras Ayam Jago, yang membedakan adalah Harga Bahan Baku, dengan GKP lebih mahal sekitar Rp 2.000, sehingga harga beli untuk konsumen sebesar Rp 20.400.
“Kita perlu membedakan ada harga Rp 13.700 dan Rp 20.400, itu adalah harga beli konsumen di toko dan outlet di mana mereka beli. Sedangkan bisnis kami itu B2B dan bukan konsumen akhir. Kami menjual hanya di tingkat mitra yang berhubungan langsung dengan kami,” tuturnya terkait kasus beras yang menyeret PT Indo Beras.
Menurut Direktur Independen PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk sekaligus juru bicara PT Indo Beras Unggul, Jo Tjong Seng, pihaknya hanya memiliki pangsa pasar di bawah 1 persen dari seluruh konsumsi beras nasional sebesar 3 juta ton per bulan. Walau begitu, PT Tiga Pilar ikut berkontribusi memenuhi kebutuhan pangan untuk nasional.
“Menurut kami, ini masih jauh dari kemungkinan ke arah monopoli atau oligopoli, kata Jo Tjong Seng dalam acara paparan publik di Bursa Efek Indonesia, Selasa, 25 Juli 2017.
Tjong menuturkan, pada saat tim satgas pangan melakukan penyegelan di gudang mereka, sebanyak 1.161 ton beras disegel. Adapun beras tersebut merupakan stok penjualan beras yang mereka produksi, yakni merek Maknyuss dan Ayam Jago selama satu minggu ke depan. Adapun ketentuan selama seminggu penyimpanan telah ada aturannya. “Kami memenuhi itu untuk Indonesia, itu kami siapkan untuk kebutuhan satu minggu ke depan,” kata Tjong.
Meski demikian pihaknya mengakui bahwa Harga Pokok Pembelian (HPP) yang ia tetapkan untuk membeli Gabah Kering Panen (GKP) dari petani melebihi dari harga yang ditetapkan pemerintah, yakni sebesar Rp 4.900, sedangkan pemerintah menetapkan HPP sebesar Rp 3.700. Menurut Tjong, dengan penetapan harga itu maka petani memiliki pilihan apakah ingin menjual ke pemerintah atau dijual dengan mekanisme pasar, karena bila mengikuti mekanisme pasar, maka harga pasar lebih tinggi dari acuan.
Tjong menerangkan, petani sudah diuntungkan dengan skema dari perusahaannya. Jadi tentu harga pasar yang ada sudah tentu lebih tinggi dari harga acuan. Karena kami bekerja dengan mutu yang jelas, maka kami membeli nilai tambah kepada petani yang mampu menyediakan gabah dengan mutu dan kualitas yang sesuai dengan spesifikasi kami, sehingga para petani itu bebondong-bondong memperhatikan nilai produktifitas dan mutu hasil panen sendiri,” kata dia.
Selain itu menurut Tjong, kapasitas pengeringan yang dimiliki oleh PT Indo Beras Unggul tidak lebih dari 8 persen dari keseluruhan lingkungan pangan. Sehingga pihanya hanya menyerap sebagian kecil dari potensi yang ada. “Tak mungkin yang namanya penggilingan itu tidak kebagian,” kata Tjong.
Adapun penentuan harga jual di pasaran sebesar Rp 13.700 per kilogram untuk beras merek Maknyuss, dan Rp 20.400 per kilogram untuk beras merek Ayam Jago, menurut Tjong telah dihitung berdasarkan mekanisme pasar yang ada. Dari harga beli Gabah Kering Panen (GKP) dari petani sebesar Rp 4.900 per kilogram, maka untuk memproduksi 1 kilogram beras, dengan asumsi rendemen 50 persen, maka harga beras 1 kilogram sebesar Rp 9.800. mereka juga memperhitungkan tiga komponen dalam memproduksi beras yakni pengemasan, delivery dan marketing dan biaya overhead GA yang ditanggung sekitar Rp 1.700.
Dengan demikian, untuk memproduksi 1 kg beras merek Maknyus, total harga penjualan yang terbentuk sebelum dikirim ke distributor sebesar Rp 11.500, dengan harga jual distributor di Jawa sebesar Rp 11.600, dan di luar Pulau Jawa sebesar Rp 12.200, dengan harga akhir ditentukan oleh distributor sendiri, yakni sekitar Rp 13.700 per kilogram.
Adapun untuk beras Ayam Jago, yang membedakan adalah Harga Bahan Baku, dengan GKP lebih mahal sekitar Rp 2.000, sehingga harga beli untuk konsumen sebesar Rp 20.400.
“Kita perlu membedakan ada harga Rp 13.700 dan Rp 20.400, itu adalah harga beli konsumen di toko dan outlet di mana mereka beli. Sedangkan bisnis kami itu B2B dan bukan konsumen akhir. Kami menjual hanya di tingkat mitra yang berhubungan langsung dengan kami,” tuturnya terkait kasus beras yang menyeret PT Indo Beras.
Komentar
Posting Komentar